18 Juni, 2009

FESTIVAL FILM DOKUMENTER TERBESAR



Untuk keduapuluh kalinya, festival film dokumenter internasional Amsterdam (IDFA) dimulai. Di awali dengan pemutaran film Operation Homecoming: Writing the Wartime Experience (Richard Robbins, Amerika, 2007), festival film terbesar di dunia untuk genre dokumenter ini berlangsung hingga 2 Desember.
IDFA telah menyeleksi ribuan film untuk masuk dalam kompetisi dan non-kompetisi dari berbagai program. Sejak 1988, mereka berupaya membuut budaya dokumenter secara nasional dan internasional. Yang dinilai adalah inovasi, orisinalitas, kemampuan profesional, ekspresi, dan nilai sejarah/budaya.



Festival ini telah mempertontonkan karya, di antaranya, Werner Herzog, Kazuo Hara, Robert Kramer, Michael Moore dan Ulrich Seidl. Di samping itu, beberapa pembuat film muda yang inovatif--termasuk Victor Kossakovksy, Sergei Dvortsevoy dan Yoav Shamir—lahir dari sini.
Akan ada masterclass dan presentasi dari sutradara terkenal, seperti Maziar Bahari (Iran), Paul Fierlinger (USA) dan Werner Herzog (Jerman/USA).
Program utama kompetisi bertujuan mencari film-film dokumenter baru terbaik tahun untuk dianugerahi lima penghargaaan berbeda. Pertama. Joris Ivens Competitions yang berhadiah €12.500. akan ada juga Special Jury Award. Film-film yang berlaga, di antaranya, All White in Barking (Marc Isaacs, Inggris), Bajo Juárez, the City Devouring Its Daughters (José Antonio Cordero, Alejandra Sánchez, Mexico), Encounters at the End of the World (Werner Herzog , USA) dan Hold Me Tight, Let Me Go (Kim Longinotto, Inggris).
Kedua, Silver Wolf Competition yang memperlombakan 15 film berdurasi tak lebih dari 60 menit. Penerima The Silver Wolf Award akan mendapatkan €10.000. program yang disponsori oleh NPS (broadcaster Belanda) ini akan membeli dan menyiarkan sang pemenang.
Ketiga, Silver Cub Competition yang menilai 17 film yang kurang dari 30 menit dan berhadiah €5.000. Keempat, First Appearance, yang berhadiah € 2.500. Terakhir, dengan jumlah hadiah sama, adalah IDFA Student Competition
Di samping kompetisi, program non-kompetisi juga tak kalah menarik. Akan ada IDFA Top 20, yang merupakan perayaan 20 tahun festival ini. Selama 7 tahun, panitia meminta para penonton untuk memilih 20 film terbaik yang akan dipertontonkan pada ajang kali ini,. Sebagai favorit, terpilih Darwin’s Nightmare (Hubert Sauper, 2004), yang akan ditayangkan bersama, di antaranya O amor natura ( Heddy Honigmann, 1996), Checkpoint (Yoav Shamir, 2003), Bowling for Columbine (Michael Moore, 2002), dan Grizzly Man, (Werner Herzog, 2005).
Reflecting Images adalah program di luar kompetisi yang terbesar, dan terbagi menjadi tiga: Best of Fests, Masters dan Panorama. Best of the Fests mengetengahkan film-film yang membuat imbas yang kuat dalam berbagai festival dalam beberapa waktu ini. Panorama menawarkan 30 film yang provokatif dalam format dan pilihan tema.Masters mempersembahkan 12 karya baru dari para sutradara terkenal seperti Peter Raymont, Jay Rosenblatt, Bill Couturié, Jan Sverák, Peter Entell, Frederik Wiseman dan Antonio Ferrera.
Ada juga IDFA Animation Programme yang bergulat dengan wacana hubungan animasi dan dokumenter yang sekilas paradoks. Ajang ini dimotori oleh Erik van Drunen dan Gerben Schermer, direktur Holland Animation Film Festival (HAFF). Debat soal hal ini akan menghadirkan Paul Wells.
Program lainnya adalah Jan Vrijman Fund Film Programme, Highlights of the Lowlands, ParaDocs, Kids & Docs, juga Documentary Workshop. Di samping itu, ada Maziar Bahari Retrospective, Film School in Focus: the Dutch Film and Television Academy,
Film-film tentang Indonesia juga pernah ditayangkan di sini. Di antaranya Indonesia Calling (Joris Ivens Australia, 1946), Indonesia Merdeka! (Roelof Kiers, Belanda, 1976), Shadow Play - Indonesia's Years of Living Dangerously (Chris Hilton, Australia, 2001), Werken van Barmhartigheid (Mannus Franken, pembuat film Pareh, Belanda, 1947), dan Kawah Ijen (Philip Mulroy England, 2003).
Karya-karya Leonard Retel Helmrich, sutradara berdarah setengah Indonesia, juga pernah ditayangkan di sini, yaitu Promised Paradise (2006) yang dicekal pada Jakarta International Film Festival 2006 lalu, dan de stand van de zon (the Eye of the Day, 2001). Bahkan stand van de maan (Shape of the Moon, 2004) menjadi pemenang utama pada 2004.
Bagaimana dengan film dokumenter karya anak Indonesia? Sejauh RF telusuri, belum ada, termasuk dalam proyek Jan Vrieman Fund. Kecuali The Asmat (Indonesia, 1981 Yasuko Ichioka, Dea Sudarman, Indonesia, 1981). Ibu Dea ini pula—tak lain tak bukan adalah penggagas, pemilik gedung, perawat-koleksi Gedung Dua8 Kemang Jakarta) yang menjadi juri Joris Ivens pada 1993 bersama Karl Gass (Germany), Heddy Honigmann (Belanda), Stephen Peet (Inggris), dan William Uricchio (USA/Belanda) dan memenangkan Belovy / The Belovs (Rusia, 1993) dari Victor Kossakovsky.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RUMAH BAMBOE JADI PEMENANG LOMBA DOKUMENTER


Minggu, 2009 Maret 08

Pemenang LIMAS UI 2009

1. Lomba Nasional

A. Lomba Film Dokumenter
Juara 1 (hadiah Rp. 2.000.000,00 + medali dan sertifikat ) :
Rumah Bamboe Production - Kendari, Sulawesi Tenggara
Judul : “Atapku Langitku”
Juara 2 (hadiah Rp. 1.500.000,00 + medali dan sertifikat) :

Denny Riestanto - Surabaya
Judul : “Pengantin Bunga Pelastik”

Juara 3 (hadiah Rp. 1.000.000,00 + medali dan sertifikat) :
Jatmiko Wicaksono - Yogyakarta
Judul : “Sampah Melulu”